RAPIMNAS REPDEM

Monday, April 04, 2011

Tugas Pelopor Membumikan Ideologi Dengan Kerja Nyata. (I)

Pidato Ibu Megawati Soekarnoputri
Senin, 21 Maret 2011
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai sejahtera untuk kita semua,
Om swasti astu.
Marilah kita lebih dahulu bersama-sama memekikkan salam perjuangan kita,
Merdeka!!! Merdeka!!! Merdeka!!!
Para Senior Partai, dan saudara-saudara warga Partai yang berbahagia,

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan bagi kita sehingga pada hari ini, seluruh pengurus struktural Partai di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta perwakilan dari kader-kader Partai dari seluruh Indonesia,  dapat berkumpul disini guna meletakkan salah satu kebijakan pokok Partai berupa pencanangan DPC Pelopor. Apa arti penting dari DPC Pelopor?
DPC Pelopor, berangkat dari gambaran ideal Partai sebagai alat perjuangan sekaligus wahana pengorganisasian kekuatan rakyat. Secara konsepsional, gambaran ideal tersebut telah dirumuskan melalui keputusan kongres III Partai dalam bentuk konstitusi Partai; Sikap Politik Partai dan Program Perjuangan Partai. Ruh dari seluruh dokumen kongres tersebut diturunkan dari posisi politik sebagai Partai ideologi Pancasila 1 Juni 1945, dimana kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial menjadi jati diri Partai. Kebangsaan menempatkan prinsip “kewarganegaraan” yang mengakui adanya kesamaan hak dan kewajiban warga negara tanpa kecuali. Di sinilah kita tidak lagi membeda-bedakan warga negara Indonesia atas dasar suku, agama, budaya, maupun status sosialnya. Para founding fathers telah menegaskan hal tersebut, sehingga Pancasila sebagai philosofische grondslag, adalah dasar daripada Indonesia Merdeka, yang dibangun untuk semua, bukan untuk orang per orang, bukan untuk golongan tertentu saja.

Saudara-saudara,
Prinsip kerakyatan dan keadilan sosial harus selalu menjadi ciri dari demokrasi Indonesia yang kita bangun. Tidak ada kata lain, selain menjadikan rakyat sebagai sumber inspirasi dan ruh perjuangan kepartaian kita. Merekalah sebenarnya “pemegang sah” atas kedaulatan di negeri ini. Karena itulah sungguh mengherankan saya, ketika pemerintah lebih memilih menghapuskan bea masuk atas produk pangan, dan melakukan impor pangan daripada mendorong peningkatan produksi pertanian petani Indonesia. Ini nampaknya sederhana. Namun inilah bukti bahwa prinsip kerakyatan telah dikalahkan. Demikian pula keadilan sosial, merupakan cita-cita yang melekat dan menjadi salah satu sila dari Pancasila. Keadilan sosial sebagai ciri bahwa demokrasi yang kita bangun merupakan socio-demokrasi, yang melekat dengan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dengan demikian, ketika kita berbicara bahwa “bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, maka dalam perspektif ekonomi, kita harus merancang suatu sistem ekonomi, yang tidak membiarkan peran negara dikalahkan oleh kapital. Secara ideologis, Pasal 33 menjadi dasar penjabaran fungsi negara di dalam membangun kemampuan ekonomi bangsa untuk “berdiri di atas kaki sendiri”. Secara ideologis pula, kesejahteraan rakyatlah yang menjadi dasar pertimbangan pengolahan seluruh kekayaan alam kita. Karena itulah rakyat harus dicerdaskan, sehingga mereka hadir sebagai kekuatan perekonomian Indonesia yang tangguh sebagaimana kita lihat di China, Jepang, dan India. Bayangkan saja, Jepang yang bukan negara agraris, begitu hebat di dalam melindungi petaninya. Sementara, Indonesia sebagai negara agraris justru lebih sering mengorbankan kepentingan petaninya. Inilah yang harus kita hentikan saudara saudara!!!

Selain hal tersebut, Pasal 33 UUD 1945, secara teknokratis harus diterjemahkan dalam suatu rancangan peningkatan keberdikarian kita di bidang ekonomi, yang menjadi sarat kuatnya kedaulatan kita di bidang politik. Hal ini memerlukan landasan budaya yang mendukung budaya disiplin, budaya kerja keras, budaya mencipta, dan budaya untuk berdiri di atas kaki sendiri.  Tidak seperti sekarang, dalam hal energi, pangan, keuangan, dan pertahanan, Indonesia rentan dan tidak berdaya ketika berhadapan dengan kepentingan global. Bahkan dalam stabilitas harga kebutuhan pokok pun, negara seolah tidak memiliki kemampuan stabilisasi. Dan korbannya adalah rakyat kecil. Padahal amanat konstitusi sangat jelas, namun mengapa terus terjadi rakyat kecil frustasi dan bunuh diri? Banyak yang telah kehilangan harapan untuk hidup di negeri yang seharusnya gemah ripah loh djinawi ini. Apa masalah pokok di balik semua ini? (bersambung.....)

link: http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=410:membumikan-ideologi-dengan-kerja-nyata&catid=38:fokus&Itemid=127

No comments:

Post a Comment