RAPIMNAS REPDEM

Wednesday, April 13, 2011

Peluncuran Buku Negara Paripurna

Ketua MPR Taufik Kiemas mengapresiasi upaya Yudi Latif menjelaskan secara ilmiah akademis bahwa Bung Karno adalah yang mencetuskan Pancasila pada 1 Juni 1945.

"Kami di sini (MPR/DPR) masih berdebat tentang asal-usul Pancasila, tetapi Yudi Latif telah menjelaskan secara ilmiah tentang asal-usul Pancasila," tutur Taufik ketika memberi sambutan pada peluncuran buku Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.

Buku setebal 698 halaman ini diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (GPU), diluncurkan di Ruang Nusantara V DPR RI, Senin (11/4/2011).

Dr Yudi Latif menyatakan, penulisan buku ini merupakan upaya dirinya untuk membalas budi dan membayar hutang bagi bangsa kita karena utang saya masih banyak kepada bangsa ini. Para pendiri bangsa sudah membuat fondasi bangunan kebangsaan yang kokoh. Mereka membangun region Indonesia dengan nilai-nilai ideal. Sebagai nilai ideal, sebagai cita-cita, semua perlu diaktualkan melalui kebijakan publik," kata Yudi Latif. Dalam buku Negara Paripurna inilah Yudi Latif mengurai sejarah, menafsir rasionalitas, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila. Pancasila kata Yudi, merupakan dasar-dasar untuk membangun negara paripurna.

Hadir sebagai pembicara pada acara ini, sejarahawan Taufik Abdullah, pakar filsafat Frans Magniz Suseno, ekonom Dawam Rahardjo, KH Masdar Farid Mas’udi dan Ketua Kaukus Parlemen Pancasila Eva Kusuma Sundari. Beberapa tokoh yang hadir acara, ada Wakil ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, Ketua DPD Irman Gusman. Rizal Ramli, Suko Sudarso, Bondan Gunawan, Harry Tjan Silalahi, Romo Benny Susetyo, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, mantan Menpora Adiyaksa Dault, mantan kepala BIN, Hendro Priyono, Kwik Kian Gie, Ketua Umum DPN Repdem Masinton Pasaribu, tokoh Malari Hariman Siregar dan lain-lain.

Menurut Yudi, menulis buku adalah keinginan sejak dari kecil. Penyelesaiaan buku Negara Paripurna dikerjakan selama dua tahun. Ditengah kesibukan yang ada, Negara Paripurna selesai selama dua tahun.

"Menulis buku ini sangat penting daripada menyelesaikan desertasi untuk meraih gelar doktor," terang Yudi.

"Buku itu merupakan pertanggungjawaban akademis dari saya, setelah sekian lama melakukan pengamatan dan analisa terhadap situasi di Indonesia. Sekaligus buku itu merupakan ungkapan pribadi terhadap berbagai macam masalah yang meliputi kita,'' paparnya.

Romo Franz Magnis-Suseno menyebut buku ini sebagai melawan dua ancaman terhadap kelangsungan bangsa Indonesia yaitu oportunisme dan kepicikan. Oportunisme yang menggunakan kebangsaan hanya sebagi alat untuk maju sendiri, sementara kepicikan mengancam karena dilakukan untuk memaksakan kehendak kelompok.

Yudi Latif sendiri mengatakan, menggali kembali Pancasila melalui buku yang ditulis selama dua tahun ini adalah upaya menemukan kembali akar jati diri bangsaan tidak ada satu pun negara yang dapat maju kecuali bangsa yang dapat menemukan kembali jati dirinya dengan menggali kembali akar-akar sejarah bangsanya. Itu diperlihatkan melalui pengalaman antara lain oleh bangsa Eropa yang menemukan akarnya pada perdebatan filsuf semasa Yunani Kuno, juga India melalui kerja besar pada akhir 1979 pascakolonialisme Inggris, dan Jepang dengan restorasi Meiji.

Dawan Rahardjo yang diminta membahas buku ini mewakili pemikir muslim, menyebut buku yang ditulis Yudi Latif memantapkan bahwa Pancasila adalah milik bersama bangsa melalui pengalaman bersama bangsa. Pancasila lahir melalui perjalanan sejarah dan pengalaman berabad-abad sebagai bangsa. Bung Karno juga menggali dari pengalaman dan sejarah bangsa selain dari pemikiran teman-temannya. Peran Bung Karno besar jasanya dalam merumuskan Pancasila pada 1 Juni 1945. Aktualitas buku ini menjawab ketegangan yang selalu terjadi dalam hubungan negara dan agama. Tandanya masih ada paksaan terhadap keyakinan beragama dan kekerasan menyangkut keyakinan beragama.*

No comments:

Post a Comment