RAPIMNAS REPDEM

Tuesday, November 08, 2011

PERNYATAAN SIKAP REPDEM: AKSI USIR FREEPORT (02 NOVEMBER 2011)




 

PERNYATAAN SIKAP
RELAWAN PERJUANGAN DEMOKRASI
AKSI 02 NOVEMBER 2011
USIR FREEPORT DARI INDONESIA !!
Lebih baik kita tiada bertraktor dan tiada berbuldozer daripada mengorbankan sebagian kecil pun daripada kedaulatan kita dan cita-cita kita, lebih baik kita membuka hutan dan meggaruk tanah kita dengan jari sepuluh dan kuku kita ini, daripada menjual serambut pun daripada kemerdekaan kita ini untuk dollar atau rubel.” (Bung Karno, DBR II, Hal.257)

Sejarah kehadiran PT. Freeport di Indonesia adalah sejarah pengukuhan kembali beroperasinya mesin-mesin penjajahan baru merampok kekayaan alam Tanah Air Indonesia. Dimulai dengan penggulingan presiden Soekarno yang anti kolonialisme dan imperialisme oleh kekuatan kapitalisme internasional melalui Jenderal Soeharto.
Konsesi pertama yang diberikan oleh Soeharto kepada tuan besarnya adalah diterbitkannya UU Penanaman Modal Asing Nomor 1/1967, dan UU Pertambangan Nomor 11/1967  yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didiktekan David Rockefeller (penasihat CIA), disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto adalah Freeport. Inilah pertama kali kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Soeharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah banyak merugikan Indonesia.
Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 44 tahun. Selama ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat optimal, tidak adil, tidak transparan dan bermasalahnya pengelolaan sumberdaya mineral itu bagi Negara Indonesia, Masyarakat Papua, dan Masyarakat lokal di sekitar wilayah pertambangan.
Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Pendapatan utama Freeport adalah dari operasi tambang emasnya di Indonesia (sekitar 60%, Investor Daily, 10 Agustus 2009).  Berdasarkan data yang dirilis Oleh PT Freeport Indonesia (BBC news), bahwa penghasilan PT Freeport Indonesia perharinya mencapai US$19 juta atau jika dikalikan dengan 31 hari hasilnya adalah:  US$589 Juta. Apabila penghasilan PT Freeport Indonesia sebesar  US$589 Juta per bulan, maka penghasilan pertahunnya adalah kurang lebih  Rp 70 Trilyun, sebuah jumlah yang cukup fantastis.
Freeport membohongi rakyat Indonesia dan Papua, royalty emas yang seharusnya dibayarkan PT.Freeport kepada Negara Indonesia sebesar 3,75 persen (PP Nomor 45 Tahun 2003) hanya dibayarkan 1 persen saja. Bahkan suku Amungme dan Suku Komoro pemegang Hak Ulayat yang tanahnya dipakai pertambangan Freeport tidak pernah menerima kompensasi seperti dana perwalian yang tertuang dalam MOU tahun 2000.
Dalam aspek lingkungan bahwa Freeport telah membuang tailing dengan kategori limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui Sungai Ajkwa. Limbah ini telah mencapai pesisir laut Arafura. Tailing yang dibuang Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui baku mutu total suspend solid (TSS) yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing Freeport juga telah mencemari perairan di muara sungai Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah besar jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar.
Bahkan sejumlah spesies aquatik sensitif di sungai Ajkwa telah punah akibat tailing Freeport.
Sikap rakyat Papua meminta penyelesaian Freeport, selalu saja di jawab dengan bedil senjata, munculnya isu separatisme, konflik perang suku, mobilisasi aparat militer di areal Freeport bahkan membanjirnya dana-dana taktis Negara lebih pada pengutamaan pengamanan asset perusahaan ketimbang Negara memberi ruang kesejahteraan kepada warga Negara sendiri.
Untuk mengamankan operasinya Freeport menghabiskan 35 juta dolar untuk membangun infrastruktur militer —Freeport membayar paling sedikit 20 juta dolar (sekitar Rp 184 miliar) kepada militer dan polisi di Papua dari tahun 1998 sampai bulan Mei 2004. Kemudian ada juga tambahan 10 juta dolar (sekitar Rp 92 miliar) yang juga dibayarkan kepada militer dan polisi pada jangka waktu itu sehingga totalnya sekitar Rp 276 miliar.
Bahkan PT Freeport Indonesia, telah menggelontorkan duit senilai USD79,1 juta terhitung sejak tahun 2001-2010 kepada Polri. Bandingkan fasilitas untuk TNI/Polri dengan kesejahteraan rakyat Papua?
Bahwa benteng utama kekuatan asing yang merampas kekayaan dan kedaulatan Indonesia yang harus dijebol adalah praktek eksploitasi PT Freeport di tanah Papua. Untuk itu, dengan segenap kekuatan dan semangat anti penjajahan dan anti penindasan, sebagai pertanggung jawaban sejarah kami rakyat Indonesia yang tergabung dalam Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM);
  1. USIR FREEPORT DARI INDONESIA !! Bahwa Freeport adalah kunci utama yang harus dibuka untuk mulai menasionalisasi seluruh aset-kekayaan Indonesia yang dikuasai asing (Chevron, Exxon, Total, Shell, Newmont, CNOOC, dll)
  2. Negara (Pemerintahan SBY-Boediono) harus bertanggung jawab memenuhi rasa keadilan, keamanan, dan kesejahteraan rakyat Papua
  3.  Hentikan politik “devide et impera” Freeport yang mengadu domba Bangsa Indonesia dengan menciptakan isu kelompok separatisme di Papua.
  4. Mendukung Penuh Perjuangan Buruh PT.Freeport memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraannya.

Jakarta, 02 November 2011
Aksi Usir Freeport dari Bumi Indonesia, juga diikuti oleh perwakilan REPDEM Jabodetabek, REPDEM Purwakarta, REPDEM Yogyakarta, REPDEM Kulonprogo.

Sekretariat DPN REPDEM: Jalan Cikini I Nomor 3B, Menteng Jakarta Pusat. Tel/Fax. +62.21.3922725 EMAIL: dpn.repdem@gmail.com

No comments:

Post a Comment